Startup itu adalah perusahaan baru yang masih mencari
jati diri atau bisnis model yang tepat agar kelak bisa menjadi bisnis yang repeatable dan scalable, seperti yang
dikatakan oleh Steve Blank:
Dalam perjalanan membangun startup, anda pasti masih mencari
bisnis model yang tepat, maka dari itu banyak startup yang pivot sebelum mereka
mencapai kesuksesan. Perjalanan startup itu berlika-liku sebelum mereka
menemukan bisnis model yang tepat dan meraih kesuksesan. Tetapi, Andy
menyarankan supaya anda (orang Indonesia) jangan pernah membandingkan membangun
startup di Indonesia itu sama dengan membangun startup di Silicon Valley karena
iklimnya sudah jauh berbeda. Dalam artian, Amerika jauh lebih maju dari Negara
kita. Dan Andy juga menyarankan supaya anda jangan sering-sering membaca
Techcrunch atau media teknologi di Amerika karena takutnya itu hanya akan
menciptakan sesuatu yang delusional atau angan-angan belaka.
“Saya tidak ingin ada banyak orang yang mengalami nasib
yang sama seperti yang saya alami pada tahun 2001 yang lalu. Pada saat itu saya
membangun startup yang menjual tiket penerbangan secara online (sama seperti
tiket.com sekarang), namun sayangnya startup ini tidak bisa berjalan dan
terpaksa harus ditutup karena tidak ada orang yang mau membeli tiket secara
online, eh ada, iya ada… Tapi hanya tiga biji,” ujar Andy sambil tertawa.
Startup yang dibangunnya ini adalah eTravel8. Ia
membangun startup ini murni karena terpesona melihat kesuksesan Expedia yang
menjual tiket secara online. Pada saat itu, di Indonesia tidak ada e-ticket dan
pihak yang diperbolehkan mencetak tiket penerbangan hanyalah maskapai
penerbagan dan delapan agen tiket penerbangan. Ia sadar hal ini salah karena
pada saat itu teknologi belum memadai dan tidak ada orang Indonesia yang mau
membeli tiket secara online. Padahal dengan ide yang kurang lebih sama,
Tiket.com bisa sukses seperti sekarang. Dengan menceritakan pengalamannya ini,
ia tidak ingin ada banyak orang Indonesia yang bernasib sama sepertinya.
Lalu, bagaimana cara kita membangun bisnis yang sukses
dan meminimalisasi resiko agar investor bisa yakin dan mau berinvestasi pada
bisnis kita? Sebelumnya, anda harus tahu bahwa VC (Venture Capital) dan
investor lainnya, khususnya di Indonesia itu tidak ingin berinvestasi pada bisnis
yang belum proven di Negara lain karena resikonya
tergolong besar. Lebih baik anda membangun bisnis di bidang yang belum
tersentuh atau belum ada pemainnya di Indonesia tetapi sudah ada bukti bahwa
bisnis yang anda jalankan ini sukses di Negara lain. Ini bisa menambah tingkat
kesuksesan startup anda agar bisa didanai investor.
Ada empat faktor yang menentukan kegagalan dalam suatu
startup, tetapi jika anda bisa meminimalisasi faktor ini, Andy yakin bahwa
bisnis anda bisa didanai investor dan sukses besar nantinya. Adapun empat
faktor itu adalah:
1. Resiko
Bisnis Model
Ini adalah resiko yang timbul dari bisnis model anda.
Bagaimana meminimalisasi resiko dalam bisnis model? Andy menyarankan bahwa
sebaiknya anda menjalankan bisnis model yang jelas, gampang dibuat, dan telah
terbukti di Negara lain. Jangan termakan dengan hype dan ikut-ikutan tren yang
sedang terjadi di Amerika, seperti 3D-Printing, Self Driveless Cars, dan
sebagainya karena Amerika jauh lebih maju 8-10 tahun dibanding Indonesia. Jika
hal itu dilakukan di Indonesia, menurut Andy, tentu tidak akan jalan. “Jangan
menjadi saya 14 tahun yang lalu, jadilah Natali
Ardianto (CTO Tiket.com) yang
sekarang. Dengan bisnis model, pasar, eksekusi dan teknologi yang tepat,
Tiket.com bisa tumbuh besar dengan cepat. Dan jangan kebanyakan baca Techcrunch.”
“Dalam mencari investor, sebaiknya sesuaikan dengan
industri bisnis anda. Jika anda bergerak dalam dunia game, ya cari investor
yang paham betul dalam dunia game. Dan juga, tidak semua investor suka hal baru
karena hal baru biasanya lebih beresiko, jadi carilah hal lama yang pasarnya
besar tapi belum banyak digarap orang. Indonesia adalah pasar yang besar, coba
cari celah yang bisa dimanfaatkan sebagai bisnis di sini,” ungkap Andy.
Andy juga mengatakan bahwa jangan menjadi orang yang
terlalu kreatif yang berujung dengan menciptakan sesuatu yang sangat complicated. Lakukan saja
hal yang sederhana dan gampang karena pada dasarnya, sebagai first time entrepreneur,
anda perlu belajar dahulu sebelum mencapai kesuksesan dan berhasil membangun
perusahaan yang besar.
Cara terbaik untuk mengurangi resiko dalam bisnis model
adalah meniru bisnis yang telah berjalan di Negara lain, khususnya di Amerika
sekitar 10 tahun yang lalu karena industri bisnis internet di Indonesia
tertinggal sekitar 10 tahun lamanya.
2. Resiko
Pasar
Startup juga bisa gagal karena ukuran pasar yang kecil.
Untuk menjalankan bisnis yang bisa sustainable,
masuklah ke pasar yang besar dan juga potensial. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, pasar di Indonesia masih banyak yang belum digarap, coba cari celah
itu dan manfaatkan sebagai tambang emas dalam bisnis anda.
3. Resiko
Eksekusi
Sebagus apapun ide bisnis anda, jika anda tidak bisa
merealisasikannya, ide itu akan tetap hanya menjadi angan-angan saja, tanpa
pernah menjadi suatu produk yang nyata. Dalam membangun startup, tentu ada
resiko dalam mengeksekusi produk agar bisa segera meluncur di pasar. Untuk
menimilisasi resiko di bagian eksekusi, bangunlah tim yang kompeten di
bidangnya masing-masing. Kumpulkan orang-orang yang anda rasa berkompeten untuk
diajak bekerja sama membangun perusahaan, seperti apa yang dilakukan oleh Cekaja di
mana mereka merekrut salah satu co-founder di Check24 yang telah berpengalaman
dalam membangun situs perbandingan harga produk-produk finansial.
Tidak hanya mengumpulkan dan mengajak orang-orang yang berkompeten
dalam membangun startup, sebagai first
time entrepreneur, anda jelas tidak mempunyai banyak
pengalaman dalam membangun perusahaan. Jadi, untuk meminimalisasi resiko,
bangun produk atau bisnis yang gampang dilakukan agar anda bisa segera masuk ke
pasar dan menguji coba produk anda langsung di pasar. Bekerja sama dengan orang
yang kompeten merupakan pilihan terbaik untuk dilakukan dalam membangun
startup.
4. Resiko
Teknologi
Teknologi merupakan elemen yang cukup gampang diatasi
karena pada dasarnya implementasi teknologi itu tidak begitu susah. Anda bisa
meniru teknologi perusahaan lain dan menerapkannya dalam bisnis anda.
Kesimpulan
Dengan menerapkan dan meminimalisasi semua resiko di
atas, kesempatan bisnis anda untuk diterima oleh investor akan semakin baik
karena bisnis anda berpotensial, artinya bisnis modelnya bagus, pasarnya besar,
tim anda kompeten, dan teknologinya tidak begitu rumit. Andy juga mengatakan
bahwa anda juga harus paham dengan investor-investor yang ada di Asia,
khususnya Asia Tenggara. Investor di sini tidak begitu suksa bisnis model yang
rumit dan terlalu kreatif.
“Indonesia atau bahkan Asia itu berbeda dengan Silicon
Vallley, sangat jauh berbeda. Jadi jangan samakan membangun startup di sini
dengan Silicon Valley. Jangan membangun bisnis yang sangat rumit dan terlalu
kreatif yang mana hasilnya nanti tidak bisa diterima pasar khususnya di
Indonesia. Jangan termakan hype di Amerika karena saya sering menemukan orang
Indonesia yang termakan hype dengan membangun bisnis yang tidak sesuai dengan
pasar lokal. Bangunlah bisnis yang gampang, sederhana, jelas, dan sudah
terbukti untuk meningkatkan peluang bisnis anda agar diterima oleh investor dan
juga pasar. Pasar Indonesia masih luas dan masih banyak peluang, manfaatkanlah
itu. Terakhir, saya ulangi, jangan sering-sering baca Techcrunch,” tegas Andy.
Sumber: http://startupbisnis.com/bagaimana-membangun-startup-yang-bisa-menarik-hati-investor-oleh-andyzain/